Para Pemburu Sertifikat

Para Pemburu Sertifikat

Seorang pakar dari universitas ternama di Jogja yang telah malang melintang di kehidupan akademik internasional bilang bahwa pertanyaan pertama dosen Indonesia dalam webinar-webinar internasional adalah apakah dalam webinar yang mereka ikuti, mereka akan memperoleh sertifikat.

Lucu, menjengkelkan, sangat tak berkelas, tapi serius ini juga soal serius. Bukan hanya dosen, hahaha guru juga.
Serius, bukan hanya karena sertifikat itu telah menggerakkan nilai hidup yang semu, formalitas kosong, tetapi juga telah menjadi sumber lahirnya banyak tipu muslihat, juga korban-korban ketidakadilan bagi yang tak taat syariat sertifikat itu.

Sertifikat adalah bukti, dan celakanya, bukti itu juga masih harus dibuktikan dengan bukti-bukti agar sah bisa menjadi bukti. Jika Anda seorang ilmuwan, dosen, widyaswara lalu menjadi pembicara di sebuah forum, di Indonesia, aktivitas Anda tak bisa dinilai sebagai kinerja Anda, jika laporan Anda tak disertai bukti sertifikat yang didukung beberapa dokumen lain.

Sertifikat saja yang sudah jadi humor ejekan yang merendahkan di publik internasional itu, dalam praktiknya, ternyata belum cukup.

Seorang pembicara Indonesia di forum akademik tak cukup hanya memikirkan presentasi-presentasi yang akan dipaparkan. Ia harus memikirkan surat-surat sebelum berangkat, baik surat undangannya maupun surat tugasnya, juga dokumen foto-foto dari acara saat berlangsung yang diikuti, bahkan hingga presensi nama-nama yang menjadi pesertanya.

Pembicara dan peserta forum akademik di Indonesia yang berjiwa pegawai yang baik biasanya rela berjuang tanpa rasa malu demi menaati protokol sertifikat itu. Mereka menyempatkan diri entah bagaimana caranya.
Yang nakal tanpa beraktivitas bisa mendapat semua itu. Mereka datang muncul presensi, menghilang jalan-jalan, datàng lagi kopi dokumen sana sini, menghilang lagi.

Yang esensialis dan sungguh-sungguh tak peduli syariat sertifikat atau malas memenuhi tuntutan syariat sertifikat sering menjadi korban ketidakadilan, rela atau tidak, ketika aktivitasnya itu hendak dijadikan penilaian kinerjanya, yang dokumen-dokumen pembicaraannya saja dianggap tak bisa menjadi bukti penilaian.

Yang bijak berjalan sewajarnya dan tetap menikmati. Dia dosen yang mencapai profesor dengan pantas pada saatnya. Dia guru yang mencukupkan golongan empatbe saja sampai pensiunnya dan melihat adanya kepuasan-kepuasan lain. Hidup bukan hanya pangkat dan mengejar sertifikat.

Tapi mereka semua hanya akibat. Penyebabnya adalah birokrasi yang formalis yang lebih memilih dibohongi tapi mampu membawa bukti daripada esensialis membawa kebenaran tapi tak mampu meyakinkan. Semua orang tahu keduanya tentu tak adil.

Sudibyo Glendoh

 

Para Pemburu Sertifikat

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *