Menggali Kearifan Budaya Menghalau Konflik

Kearifan Budaya Menghalau Konflik

Ambon aman dan kondusif. Warga di seribu pulau itu kini mulai menapaki hari esok yang lebih damai. Banyak hikmah yang diambil dari pengalaman pahit lima tahun konflik penuh pertaruhan. Cukuplah sekali itu, lalu generasi baru meretas hidup rukun untuk kelangsungan masa depan. Kini, tinggal membuang puing-puing lama yang berserakan. Semoga tak ada lagi rintangan dan pemicu yang menyulut bara. Warga Maluku tak akan terpengaruh.

Orang boleh berdebat soal detail kondisi Maluku saat ini. Siapa pun berhak untuk harap-harap cemas sekaligus optimis akan masa depan kehidupan di pulau berbukit-bukit dan berteluk indah itu. Para ahli boleh berdiskusi panjang soal sebab-musabab konflik yang tragis di provinsi bergugusan pulau itu.

Berbagai solusi juga bisa ditawarkan untuk meretas nasib masyarakat Ambon dan kepulauan Maluku yang lebih baik. Namun, ketika masyarakat setempat memiliki semangat dan harapan untuk keluar dari kemelut dan meretas hidup baru yang lebih damai dan berkemajuan, maka tak akan pernah ada kekuatan apa pun yang membendungnya. Itulah yang bernama kearifan lokal atau kearifan budaya.

Kearifan Budaya

Kearifan budaya adalah energi potensial dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup di atas nilai-nilai yang membawa kelangsungan hidup yang berkeadaban. Hidup damai. Hidup rukun. Hidup bermoral. Hidup saling asih, asah, dan asuh. Hidup dalam keragaman. Hidup penuh maaf dan pengertian. Hidup toleran dan jembar hati. Hidup harmoni dengan lingkungan. Hidup dengan orientasi nilai-nilai yang membawa pada pencerahan. Hidup untuk menyelesaikan persoalan-persoalan berdasarkan mozaik nalar kolektif sendiri. Kearifan seperti itu tumbuh dari dalam lubuk hati masyarakat sendiri. Itulah bagian terdalam dari kearifan kultur lokal.

Kita dapat belajar dari Ambon. Dari Sampit, Poso, Aceh, Papua, dan daerah-daerah yang terkena musibah konflik di negeri ini. Bahwa di luar pendekatan-pendekatan yang bercorak strukturalis, sesungguhnya kita dapat menggali mozaik kehidupan masyarakat setempat yang bernama kearifan kolektif atau kearifan budaya.

Di setiap masyarakat mana pun kearifan semacam itu tertanam dalam di relung sistem pengetahuan kolektif mereka yang dialami bersama. Itulah yang sering disebut sebagai local-wisdom. Para ahli juga sering menamakan local-knowledge, pengetahuan setempat yang berkearifan. Pela-gandong di Maluku misalnya, merupakan contoh dari kearifan budaya lokal itu.

Boleh jadi kearifan lokal di banyak penjuru negeri ini telah lama tercerabut oleh dahsyatnya hegemoni budaya seragamisme yang ditanamkan oleh rezim Orde Baru, yang mematikan keragaman.

Oleh budaya birokratisme, yang menancapkan dominasi kaum birokrat untuk meruntuhkan otoritas karisma tokoh setempat. Oleh budaya militerisasi yang serba monolit, yang melumpuhkan ruang-ruang kreasi kewargaan. Oleh kebiasaan rezim untuk memaksakan penyelesaian masalah dari atas secara paksa, yang melindas kemampuan-kemampuan kolektif warga secara mandiri.

Oleh politik adu-domba untuk meraih wibawa kuasa, yang mengorbankan solidaritas anak-anak bangsa. Oleh pragmatisme kekuasaan, yang selalu mengambil jalan menerabas dalam menyelesaikan masalah, seraya melupakan proses sosial yang lebih awet meskipun lambat. Oleh ekonomisasi yang mendewakan materi, sambil membunuh nilai-nilai luhur yang selama ini mekar dalam nurani masyarakat.

Kini, bangsa ini perlu belajar untuk menggali kearifan yang boleh jadi juga telah lama hilang dari negeri ini. Ketika bangsa ini tetap terseok-seok dalam gelombang krisis multi wajah, padahal telah tiga kali ganti rezim pemerintahan di era reformasi, maka perlu sekali mencoba menggali mozaik kearifan.

Seluruh anak-bangsa berkewajiban untuk membangkitkan energi baru kearifan, ketika tanda-tanda konflik mulai tampak merasuk ke banyak ruang publik. Konflik akan materi dan jabatan kekuasaan merupakan fenomena yang paling menonjol di negeri ini, yang diperagakan terutama oleh para elite di banyak lingkungan, yang pelan tapi pasti atau bahkan secara drastis telah mematikan energi kearifan.

 

Menggali Kearifan Budaya Menghalau Konflik

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *