Adinegoro, Tokoh Pers dan Sastrawan

Adinegoro, Tokoh Pers dan Sastrawan

Adinegoro adalah nama samaran dari Djamaludin gelar Datuk Maharadja Sutan. Ia lahir di sebuah kota kecil di Sumatera Barat yang bernama Talawi, 14 Agustus 1904. Selain dikenal sebagai seorang pengarang novel, Adinegoro juga dikenal sebagai seorang wartawan terkemuka.

Sebagai seorang wartawan, Adinegoro merupakan wartawan yang cerdas, energik dan produktif. Seorang wartawan yang rajin membagi pengalaman yang diperolehnya dari hasil perjalanannya ke suatu tempat, melalui tulisan yang diterbitkannya.

Seorang tokoh pers Indonesia dengan berbagai jabatan yang pernah dipegangnya. Sejak tahun 193 1, secara berturut-turut menjadi pimpinan surat kabar Panji Poestoko, Perwarta Deli, dan Sumatera Shimbun sampai saat Jepang menyerah. Kemudian pada tahun 1945, Adinegoro diangkat menjadi pimpinan Yayasan Pers Biro Indonesia (PIA), dan pada tahun 1948, ikut mendirikan mimbar Indonesia bersama Profesor Soepomo, Gusti Majur S.A.,dan lain. Terakhir pada tahun 1962 menjadi anggota Dewan Pengurus LKBN Antara.

Sebelum memulai karir di bidang sastra pada mulanya Adinegoro menjadi siswa sekolah kedokteran STOVIA. Tetapi karena kegemarannya sangat kuat pada tulis menulis, Adinegoro beralih ke bidang jurnalistik yang mulai dirintis sejak tahun 1922

Dari tahun 1926 hingga tahun 1930, ia memperdalam ilmu jurnalistik di Munchenwuzaburg, Jerman. Kemudian mempraktekkan jurnalistik di Utrech, sambil mempelajari geografi, kartografi di Wuzburg, dan belajar geopolitik di Munchen.

Selama berada di negeri orang, Adinegoro secara rutin mengirim tulisan-tulisannya pada surat kabar-surat kabar di Indonesia. Ketika berada di Jerman, ia berhasil mengarang dua buah novel, yaitu Darah Muda dan Asmara Jaya. Setelah itu Adinegoro tidak lagi menghasilkan novel-novel lain, ia kemudian lebih banyak menulis buku pelajaran dan laporan perjalanan.

Selain aktif dalam dunia pers, ia juga aktif dalam dunia pemerintahan. Tahun 1945 ia diangkat Presiden untuk mengambil alih Pemerintahan Administratif dari tangan Jepang. Kemudian pada tahun yang sama menjadi Ketua Komite Nasional Sumatra dan sekaligus menjadi pimpinan penerangan RI. Terakhir pada tahun 1959, menjadi Anggota Dewan Perancang Nasional/MPR.

Sebagai penghargaan terhadap perjuangan dan pengabdiannya pada dunia pers, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), mengabadikan nama Adinegoro pada hadiah jurnalistik tertinggi, yang diberikan pada orang-orang yang menjadi juara Iomba karya tulis yang diadakan PWI Jaya setiap tahun sekali, dengan nama “Hadiah Adinegoro”.

Sastrawan Pengarang Novel

Sebagai pengarang novel atau sastrawan, walaupun tidak banyak menghasilkan novel, Adinegoro merupakan sastrawan yang dapat mengemukakan persoalan-persoalan yang dihadapi secara terus terang. Berbeda dengan pengarang-pengarang lain yang seangkatan dengannya, yaitu angkatan Balai Pustaka.

Menurut Teeuw, Zaman Balai Pustaka dianggap sebagai permulaan Kesusastraan Indonesia Modem. Pada waktu itu, sebagian besar karya cipta sastra yang dihasilkan, lahir dari pengarang-pengarang Minangkabau. Mereka antara lain, Marah Rusli (Siti Nurbaya 1922), Nur Sutan Iskandar (Cinta yang membawa maut dan Salah Pilih, 1925), Abdul Muis (Salah Asuhan, 1928), A. Sutan Pamuntjak (Pertemuan, 1927) dan Adinegoro sendiri.

Karena mereka berasal dari Minangkabau, yang lahir dan tumbuh berkembang di lingkungan yang mempunyai adat istiadat tersendiri, tentunya secara langsung hal tersebut akan mempengaruhi jiwa dan cara berfikir mereka. Karena itu, tidak.lah mengherankan karya-karya mereka pada umumnya merupakan pencerminan atau manifestasi dari kehidupan sosial masyarakat Minangkabau, khususnya konflik-konflik yang terjadi dan hangat pada masa itu.

Pada waktu itu dalam masyarakat Minangkabau terjadi konflik yang sangat hebat antara kaum tua dan kaum muda. Konflik ini muncul sejak masuknya Islam ke Sumatera Barat, dimana golongan pemuka-pemuka agama tidak setuju dengan sistem matrilinial yang dianut masyarakat Minangkabau.

Selanjutnya pertentangan-pertentangan ini menjadi semakin tajam dengan masuknya pendidikan Barat melalui Pemerintah Belanda, terutama pada persoalan kawin paksa, persoalan yang paling dirasakan oleh kaum muda Minangkabau. Karena itulah masalah ini merupakan persoalan yang banyak menjadi perhatian dan menjadi pokok karangan sastrawan-sastrawan Angkatan Permulaan Kesusastraan Indonesia, terutama pengarang-pengarang novel atau roman dari Minangkabau.

Dalam karya-karya tersebut, para pengarang mencoba menggambarkan bagaimana situasi yang tercipta akibat adanya adat kawin paksa, dan digambarkan pula tentang pertentangan sikap yang ditunjukkan kaum muda terhadap adat kawin paksa tersebut.

Sebagaimana sastrawan Angkatan Balai Pustaka, dalam dua karyanya, Adinegoro juga mengungkapkan masalah-masalah sosial masyarakat Minangkabau, khususnya masalah adat Minangkabau. Sastrawan-sastrawan lain pada umumnya mengikuti ciri-ciri khas novel pada masa sebelum perang, yaitu menyajikan penutup cerita yang cenderung bersikap adil dengan mematikan tokoh yang mewakili, baik dari kaum tua maupun kaum muda .

Bahkan kadang-kadang memperlihatkan kekeliruan-kekeliruan yang dilakukan kaum muda, sekaligus juga memperlihatkan bahwa tidak semua hal yang ada dalam adat itu buruk, seperti novel Siti Nurbaya atau novel Salah Pilih. Namun Adinegoro melakukan sesuatu yang lain

Dalam dua karyanya tersebut Adinegoro sudah selangkah lebih maju. Ia bukan hanya tidak memaparkan kehidupan masa kecil tokoh yang ada dalam cerita, sebagaimana novel-novel lain Angkatan Balai Pustaka, tetapi yang penting dengan tegas dan berani Adinegoro  menyatakan bahwa ia berpihak pada kaum muda . Hal yang belum pernah dilakukan pengarang-pengarang lain sezaman

Melalui karyanya ini, Adinegoro ingin menyatakan bahwa pada dasarnya adat kawin paksa itu kurang baik, dengan menyajikan penutup cerita yang menggambarkan bagaimana pada akhirnya golongan tua minta maaf atas segala kekeliruan yang telah dilakukannya, dan menyadari atau dapat menerima apa yang dicita-citakan kaum muda.

Dengan berpihaknya Adinegoro pada kaum muda, ada satu makna penting lagi yang terkandung dalam dua karyanya tersebut, yaitu adanya cita-cita kebangsaan dalam diri Adinegoro. Karena kawin paksa secara tidak langsung dapat menjadi salah satu penghalang persatuan bangsa

Selain itu ada hal lain yang penting dalam karya-karya Adinegoro, yaitu pentingnya pendidikan. Hal ini dapat dilihat pada karyanya yang berjudul Asmara Jaya, dalam novel tersebut Adinegoro memperlihatkan bahwa seseorang yang mempunyai pendidikan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi melalui tokoh Nuraini, yang dapat bersikap bijaksana dan dapat menyelesaikan semua masalah yang dihadapinya karena dia berpendidikan.

Atau dalam cerita Darah Muda melalui tokoh Rukmini. Rukmini yang berpendidikan, selalu penuh pertimbangan dalam segala tindakannya, sampai-sampai ketika mendapat surat dari Nurdin, kekasihnya, yang berisi tentang pemutusan hubungan, ia tidak melakukan apa-apa. Dengan sabar Rukmini menerima semua keputusan itu. Ia hanya mencurahkan seluruh kesedihannya pada buku hariannya

Dengan demikian jelas Adinegoro membawa pembaharuan-pembaharuan dalam karya sastra permulaan kesusastraan Indonesia. Ia telah berani melakukan apa yang tidak berani dilakukan oleh sastrawan-sastrawan lain sejarnan.

Adinegoro tidak hanya membela adat kuno dalam membela hak memilih pasangan hidup, tetapi juga merupakan sastrawan yang sudah berpikiran maju, yaitu memperhatikan pentingnya persatuan bangsa. ltulah sekelumit tentang Adinegoro, sastrawan dan tokoh pers terkemuka.

Karya-karya Adinegoro yang lain di samping Darah Muda dan Asmara Jaya adalah : Kamus Kemajuan, Kembali dari Perlawatan Ke Eropa, Melawat ke Barat, Perang Dunia I, Ilmu Karang Mengarang, Ilmu Reklame, Tiongkok Pusaran Asia, Bayangan Pergolakan Dunia, Revolusi dan Kebudayaan, Filsafat Ratu Dunia, Atlas Tanah Air, Dunia Atlas Sekolah Lanjutan, Ilmu Jiwa Seseorang.

Pada 7 Januari 1967, Adinegoro dipanggil Tuhan Yang Maha Esa, dalam usia 63 tahun. Banyak sudah karya dan pengabdiannya pada negara Indonesia, terutama pada dunia pers Indonesia

 

Adinegoro, Tokoh Pers dan Sastrawan

You May Also Like

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *